A collection of informational articles about bloggers, HTML tutorials and so on.
*Some frequently asked questions by buyers. More
For now the WordPress version is not available, you can only use this template for Blogger platform. But we plan to make a WP version too.
You will get a template bundle according to the product you purchased and can re-download it for free if there is a new version of the template.
You only need to pay once on your first purchase and you are entitled to forever template updates.
No, the template can only be used for personal use. You are strictly forbidden to resell this template in any way.
Putri Santika, S.ST.,M.Sc.
Dewi F. Sabiku, S.P..M.Si.
Dr. Ir. Rahmat Ali Syahban, M.Si.
Prayitno S.P
Rina Siofiana S.ST
1. Siti Jamilatus Z (A41230468)
2. Wirdiyan Bagas K (A41230500)
3. Syaiyid Yusuf (A41230501)
4. Mirza Cahyo W (A41230518)
5. Ardi Firmansyah (A41230509)
6. Muhammad Sahar R (A41230526)
7. Tegar Firmansyah (A41230544)
Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam budidaya pertanian termasuk tanaman hortikultura, seperti cabai, tomat, terong dan lain sebagainya. Cabai rawit (Capsicum frutescent L.) merupakan tanaman sayuran yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi, cabai rawit dapat di budidaya di berbagai tempat dan musim, tergantung pada varietasnya.
Salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha tani cabai rawit yaitu dengan ketersediaan benih yang bemutu tinggi. Untuk menghasilkan benih tersebut, selain diperlukan benih sumber dengan mutu genetic tinggi, ada faktor lain yang perlu diperhatikan seperti cara budidaya tanaman yang optimal, pemeliharaan, panen, pasca panen dan penyimpanan benih yang baik. Petani sering kali menggunakan benih yang dipanen sendiri untuk dalam usaha tani, hasil panen yang dilakukan petani seringkali tingkat kemasakan tidak seragam sehingga menyebabkan kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan tidak maksimal.
Benih yang dipanen ketika masak fisiologis akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang optimal sedangkan benih yang dipanen pada saat belum fisiologis atau lewat masak fisiologis akan menunjukkan produksi yang tidak optimal. Hal ini disebabkan karena benih tersebut belum sempurna (pada panen sebelum masak fisiologis) atau telah memasukki penuaan ( pada panen sesudah masak fisiologis) (Ashworth,2002). Menurut Tatipata (2004), kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi, indikasi fisiologi ditandai dengan penurunn daya berkecambah dan vigor.
Viabilitas dan vigor benih dipengaruhi oleh tingkat kematangan benih. Menurut Mayer dan Myber dalam Adnan, dkk (2017), mengemukakan kematangan benih mempengaruhi daya kecambah dan kecepatan tumbuh. Benih yang dipanen saat buah masak fisiologis memiliki kualitas terbaik untuk dijadikan benih.
Praktkum ini bertujuan untuk mengetahui waktu masak fisiologis benih cabai rawit yang tepat dimana mempengaruhi fase perkecambahan yang mencakup laju dan daya kecambah benih, dan juga vigor benih.
Perkecambahan benih adalah proses penting dalam siklus hidup tanaman yang dimulai dengan aktivasi embrio benih dan diakhiri dengan munculnya tanaman muda (kitin et al., 2019). Pada tanaman cabai (Capsicum spp.), perkecambahan benih dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah tingkat kematangan buah yang digunakan sebagai sumber benih. Proses fisiologis dalam benih cabai yang berhubungan dengan perkecambahan juga dipengaruhi oleh kandungan air, suhu, serta kualitas benih yang terkandung dalam buah.
Tingkat kematangan buah cabai dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahapan, mulai dari buah yang masih hijau hingga buah yang sudah matang sepenuhnya, yang ditandai dengan perubahan warna, tekstur, dan rasa (Zarate et al., 2020). Pada cabai, kandungan bahan gizi dalam buah, seperti karbohidrat dan protein, serta keberadaan senyawa-senyawa penghambat perkecambahan, seperti asam lemak atau fitokin, dapat berubah seiring dengan tingkat kematangan buah. Hal ini berpengaruh pada kemampuan benih untuk berkecambah.
Penelitian yang dilakukan oleh Sudrajat et al. (2018) menunjukkan bahwa benih cabai yang berasal dari buah matang memiliki daya kecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang diambil dari buah yang belum matang. Benih yang diambil dari buah yang lebih matang cenderung memiliki kandungan air yang lebih stabil dan metabolisme yang lebih teratur, yang memfasilitasi proses perkecambahan.
Sebaliknya, pada benih cabai yang diambil dari buah yang masih hijau atau setengah matang, proses perkecambahan cenderung lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa penghambat dalam buah yang belum matang, seperti fitohormon abscisic acid (ABA), yang dapat menghambat inisiasi perkecambahan (Fujimoto et al., 2020). Selain itu, benih dari buah yang belum matang seringkali memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi, yang membuat proses imbibisi (penyerapan air) menjadi lebih sulit.
Sebagai tambahan, faktor genetik juga memengaruhi hasil perkecambahan benih cabai. Beberapa varietas cabai memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap senyawa penghambat perkecambahan, sehingga benih dari buah yang lebih muda pun dapat berkecambah dengan baik pada kondisi tertentu (Ristiani et al., 2023). Oleh karena itu, penting untuk memilih benih dari varietas yang tepat untuk meningkatkan hasil perkecambahan.
Secara keseluruhan, proses perkecambahan benih cabai sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah sebagai sumber benih. Meskipun benih yang diambil dari buah yang matang cenderung memiliki daya kecambah yang lebih tinggi, faktor lain seperti perlakuan benih dan kondisi lingkungan juga turut mempengaruhi hasil perkecambahan. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai interaksi antara faktor-faktor tersebut sangat penting untuk mengoptimalkan perkecambahan benih cabai dan meningkatkan hasil pertanian cabai.
Praktikum fisiologi benih tentang perkecambahan benih pada berbagai tingkat kemasakan buah dilaksanakan pada hari Selasa, 10 September 2024, pukul 13.00-15.00 WIB. Di laboratorium Teknologi benih lantai 1 Produksi Pertanian Politeknik Negeri Jember.
Berikut ini hasil daya berkecambah benih cabai berdasarkan berbagai pada berbagai tingkat kemasakan buah yang bias dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut.
Pada praktikum ini, hasil rata-rata berdasarkan table 4.1 menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh terhadap daya berkecambah benih. Pada pengamatan daya berkecambah benih menunjukkan perbedaan pada setiap tingkat kemasakan buah. Pada tingkat belum masak menujukkan tidak ada yang berkecambah atau daya berkecambah 0%, Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Hidayati dan Hasanah (1990) yang menyatakan benih wijen mampu berkecambah beberapa waktu setelah anthesis (sebelum masak fisiologis), namun struktur kecambah yang terbentuk sangat lemah. Pada tingkat masak menujukkan daya berkecambah sebesar 0,25 %,padahal pada masak fisiologis seharusnya perkecambahan akan optimum Hal ini didukung dengan pernyataan Sinuraya (2007) yang menyatakan bahwa daya berkecambah benih cabai rawit akan maksimum pada saat kondisi masak fisiologi kemudian akan menurun setelah lewat masak fisiologi. Pada tingkat lewat masak menunjukkan daya berkecambah sebesar 0,25%, Hal ini sesuai dengan pernyataan Ashworth (2002) bahwa benih yang dipanen ketika masak fisiologis akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang optimal sedangkan benih yang dipanen pada saat sebelum maupun sesudah masak fisiologis pertumbuhan dan produksinya tidak akan optimal, hal ini disebabkan karena benih tersebut belum sempurna atau telah memasuki masa penuaan.
Tabel 4.1 menujukkan bahwa daya berkecambah pada berbagai tingkat kemasakan tidak optimal. Hal ini diduga dipengaruhi oleh cadangan makanan yang terkandung dalam benih, aktivitas kimia yang terjadi pada benih,lingkungan sekitar, serta potensial air yang terdapat benih karena selama proses perkecambahan terdapat banyak benih segar tidak tumbuh sehingga perkecambahan tidak optimal dan tidak sesuai dengan teori-teori yang ada.
Pada benih cabai berdasarkan berbagai tingkat kemasakan buah, yaitu belum masak, masak, dan lewat masak menunjukkan daya berkecambah tidak optimal. Hal ini diduga karena pengaruh dari cadangan makanan yang terkandung dalam benih, aktivitas kimia yang terjadi pada benih,lingkungan sekitar, serta potensial air yang terdapat benih sehingga hasil pengamatan daya berkecambah ini tidak optimal dan tidak sesuai dengan berbagai pendapat teoritis yang ada.
Praktikum sudah dilaksanakan dengan baik dan fasilitas sudah lengkap dan praktikum dilaksanakan dengan efisien dalam pengelolaan waktu. Untuk praktikum selanjutnya mungkin bisa ditambahkan berbagai jenis bahan praktikum supaya lebih memberikan wawasan yang lebih luas lagi.
Farida. 2018. Respon Perkecambahan Benih Kopi pada Berbagai Tingkat Kemasakan Buah Dengan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh. Ziraa’ah. Vol 43 No 2. Juni 2018 Hal 166-172.
Fujimoto, M., Nakamura, S., & Tanaka, H. (2020). "Effects of maturity stages on seed germination and physiological attributes of Capsicum annuum." Journal of Seed Science, 48(3), 276-282.
Sudrajat, A., Haryadi, Y., & Putra, S. (2018). "Germination performance of chili pepper seeds as influenced by fruit ripening stages." Indonesian Journal of Agricultural Science, 20(2), 211-218.
Zarate, A., Marquez, D., & Lugo, J. (2020). "Developmental and biochemical changes in chili pepper fruit during maturation." Horticultural Science Journal, 31(1), 15-23.
Ristiani, R., Fajar, S., & Chandra, R. (2023). "Genetic variation and germination of chili pepper seeds from different maturity stages." Asian Journal of Agriculture and Biology, 11(2), 92-100.
Kitin, M., Yusof, S., & Zainal, S. (2019). "Seed germination of Capsicum species under varying temperature and moisture regimes." Journal of Agricultural Science, 36(4), 142-150.
Darmawan, A. C., Respatijarti, L. Soetopo. 2014. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai Rawit (Capsicum frutescent L.) Varietas Comexio. Jurnal Produksi Tanaman, Vol 2, No 4, April 2014, Hal 339-346.